Pengklaiman Batik Oleh Malaysia
Perseteruan antara Indonesia –
Malaysia memang telah terjadi beberapa waktu terakhir ini, dimulai dengan
perseteruan batas wilayah Negara baik yang berbatasan langsung dengan jalur
darat seperti yang terjadi di pulau Kalimantan maupun yang berbatasan dengan
jalur perairan seperti pada perseteruan di kawasan Ambalat. Tidak hanya saja
sampai di situ, sebenarnya masih banyak lagi perseteruan antara Indonesia –
Malaysia, terutama yang merugikan Negara Indonesia
Namun, perseteruan yang lebih
mengecewakan masyarakat Indonesia pada umumnya adalah mengenai pengklaiman
beberapa kesenian yang berasal dari Indonesia, yang diklaim oleh Negara
Malaysia sebagai kesenian yang berasal dari Negara mereka, salah satunya adalah
kesenian batik sekitar bulan november.2006
Seperti diketahui, batik merupakan kesenian yang berasal dari Negara
Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari sejarah perkembangan batik di Indonesia,
dimana batik mulai berkembang pada zaman nenek moyang bangsa Indonesia, yang
dikenal sejak abad XVII yang ditulis dan dilukis pada daun lontar. Sejarah
pembatikan di Indonesia berkaitan dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan
kerajaan sesudahnya. Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak
dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerajaan Solo dan
Yogyakarta.
Harus diakui bahwa sejarah saja
tidak cukup untuk menjadikan batik sebagai kesenian yang berasal dari
Indonesia, perlu adanya pengakuan dari dunia Internasional yang menetapkan
bahwa batik merupakan kesenian yang berasal dari Indonesia. Hal inilah yang
coba dimanfaatkan oleh Negara Malaysia untuk menjadikan batik sebagai kesenian
yang berasal dari Malaysia.
Melihat tidak hanya kesenian
batik yang mulai di klaim oleh Negara Malaysia, masyarakat Indonesia, terutama
seniman-seniman daerah mulai mendesak pemerintah Indonesia agar menjadikan
semua kesenian, terutama batik sebagai kesenian asli yang berasal dari
Indonesia dengan cara mendaftarkan kesenian batik ke Badan UNESCO.
Proses pengukuhan batik Indonesia
cukup panjang dan itu telah berawal pada 3 September 2008 yang kemudian
diterima secara resmi oleh UNESCO pada tanggal 9 Januari 2009. Tahap
selanjutnya adalah pengujian tertutup oleh UNESCO di Paris pada tanggal 11
hingga 14 Mei 2009.
Prosedur yang untuk pengakuan itu
dilakukan sesuai Konvensi Unesco tahun 2003 tentang Warisan Budaya Tak Benda.
Konvensi UNESCO tersebut telah diratifikasi oleh pemerintah melalui PP Nomor 78
Tahun 2007 dan, terhitung sejak 15 Januari 2008, Indonesia resmi menjadi Negara
Pihak Konvensi.
Selisih budaya Malaysia-Indonesia
atas batik ini juga terjadi tahun 2009, dan berakhir dengan pengakuan United
Nations Educational, Scientific and Cultural Organizations (UNESCO) atas batik
sebagai warisan budaya Indonesia. Pengakuan Badan PBB itu disambut perajin
batik Indonesia dengan suka cita. Pengakuan UNESCO atas batik Indonesia ini tak
pelak menjadi modal dan motivasi besar bagi pengusaha batik dalam negeri untuk
mengembangkan produk batik mereka ke tingkat dunia. Presiden Susilo
Angklung
Setelah
sebelumnya, angklung alat musik bambu asli Indonesia diramaikan diklaim oleh
Malaysia sebagai alat musik asli negara mereka, maka Alat musik tradisional
Angklung akan dikukuhkan sebagai salah satu warisan budaya dunia dari Indonesia
atau “World Intangible Heritage” oleh UNESCO pada bulan November 2010.
“Insya
Allah, Angklung pada bulan November atau Desember ini akan dikukuhkan sebagai
`World Intangible Heritage` atau warisan dunia oleh UNESCO, yang berasal dari
Indonesia” kata Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO, Prof dr H
Arief Rachman, di Gedung Pakuan Bandung, Senin.
Ia
mengatakan, dengan dikukuhkannya angklung oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia,
maka tidak akan ada lagi negara lain yang mengaku (klaim) angklung. “Kalau
Malaysia ingin memiliki (angklung) silakan saja, tapi kan harus dilihat sumber
mata airnya (angklung) dari mana,” katanya.
Selain angklung, pihaknya juga sedang mengupayakan agar budaya
lainnya di Indonesia seperti Kain Tenun, Tari Saman bisa dikukuhkan sebagai
akan dikukuhkan sebagai “World Intangible Heritage” atau warisan dunia oleh
UNESCO yang berasal dari Indonesia. “Kami juga sedang mengupayakan agar
kebudayaan lain di Indonesia seperti Tari Saman dan Kain Tenun bisa dikukuhkan
UNESCO sebagai “World Intangible Heritage”,” katanya.
Selain adanya pengamanan dan pengakuan angklung sebagai warisan
budaya dunia, juga akan berdampak secara ekonomis. Para perajin angklung akan
diuntungkan dengan mendapatkan banyak pesanan angklung dari dalam dan luar
negeri.
Klaim
Malaysia atas angklung dituangkan dalam situs www.malaysiana.pnm.my yang
menyeruak pada tahun 2010. Disebutkan, angklung adalah salah satu warisan
budaya Malaysia. Di situs itu juga dijelaskan tentang bahan dasar angklung,
fungsi, dan cara bermainnya. Ada pula foto-foto alat musik angklung. Suara
angklung bahkan bisa didengar dengan mengklik gambar speaker yang ada pada
laman itu. Sementara situs www.musicmall_asia.com menyatakan, angklung berasal
dari Malaysia, tepatnya dari Kota Johor. Disebutkan, musik angklung merupakan
pengiring
Malaysia Bantah Klaim Lagu Rasa Sayange
JAKARTA- Polemik mengenai lagu
Rasa Sayange (Rasa Sayang, versi Malaysia) terus berlanjut. Pemerintah Malaysia
membantah pernah mengklaim lagu tersebut sebagai lagu asli dari Malaysia.
Mereka melihat lagu itu sudah menjadi lagu masyarakat Melayu.
Bantahan itu disampaikan Duta Besar (Dubes) Malaysia untuk
Indonesia Dato Zainal Abidin Zain usai menjadi pembicara dalam diskusi publik
mengenai hubungan Malaysia dan Indonesia di gedung PBNU Jl Kramat Raya, Jakarta
Pusat, Kamis (4/10). "Lagu Rasa Sayange adalah lagu nusantara, lagu
rakyat. Saya pergi ke Malaysia, pergi ke Brunei, Singapura, dan mereka pun
menyanyikan lagu yang sama."
Zainal membantah penggunaan lagu Rasa Sayange menjadi lagu resmi
promosi ''Malaysia Truly Asia'' itu otomatis sebagai bentuk klaim dari Malaysia
atas lagu tersebut. "Malaysia tidak mengklaim lagu ini. Ini adalah lagu
semua masyarakat rumpun Melayu yang menggambarkan kegembiraan," tandas
dia.
Dia
mengaku sudah mengenal lagu tersebut sejak dulu. Bahkan, sebelum Indonesia atau
Malaysia merdeka, dirinya sudah mendengar lagu ini.
Bahkan,
Zainal terus terang sering juga menyanyikan lagu tersebut. Karena itu, sudah
tidak perlu lagi mempersoalkan dari mana lagu tersebut berasal.
Dia
mengatakan irama lagu Rasa Sayang begitu ceria, sehingga jiwa orang yang
mendengarkannya pun ikut menjadi gembira. Dia menyesalkan adanya polemik
seputar lagu Rasa Sayange itu.
Menurut
dia, bukan keinginan negeri Jiran itu menyusahkan pihak lain karena menggunakan
lagu tersebut dalam promosi pariwisatanya. "Malaysia Truly Asia bermakna
semua unsur-unsur Asia ada di Malaysia seperti makanan dan budaya. Jangan heran
kalau Nasi Padang juga boleh dinikmati di Malaysia."
Indonesia
dan Malaysia adalah satu rumpun yang mempunyai akar budaya melayu. Dato' lalu
menganalogikan lagu Rasa Sayang dengan alat musik angklung. Alat musik angklung
merupakan alat musik yang juga dimainkan di Malaysia. Ini, kata Dato, bukan
berarti negaranya ingin menyatakan bahwa alat musik tersebut berasal dari
Malaysia.
"Di
zaman sebelum kemerdekaan Indonesia dan Malaysia, alat-alat musik ini telah
dimainkan dan dibawa ke seluruh pelosok dunia," kata dia.
Bahkan, kata dia, bukan tidak mungkin angklung yang di Indonesia
terkenal sebagai alat musik khas daerah Jawa Berati itu juga ada di Suriname.
Penduduk Suriname banyak yang berasal dari Indonesia. Oktober 2007, Malaysia memakai lagu ini dalam kampanye parisiwata
"Malaysia Truly Asia". Rakyat Indonesia pun marah. Jero Wacik yang
saat itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan dan Parawisata menegaskan,
Indonesia menyimpan sejumlah bukti kuat bahwa Rasa Sayange itu warisan Maluku.
Salah satu bukti kuat itu adalah rekaman milik Lokananta, perusahaan yang
pernah merekam lagu itu dalam piringan hitam pada tahun 1958. Presiden Soekarno
pun suka dengan lagu itu. Alhasil dalam hajatan Asian Games di Jakarta, 15
Agustus 1962, Soekarno membagi-bagikan piringan hitam itu kepada kontingen
setiap negara sebagai “buah tangan” dari Jakarta. Bukti lain yang memperkuat
kepemilikan Indonesia atas lagu Rasa Sayange juga bisa ditelusuri hingga ke
negeri Jepang. Di negeri Sakura itu ada Minoru Endo Music Foundation, yayasan
yang pernah mengumpulkan lagu-lagu rakyat yang populer di kawasan Asia.
Permasalahan tentang klaim
Keberagaman budaya yang dimiliki oleh negara
Indonesia sering kali mengundang perhatian dari negara – negara lain untuk
ingin tahu lebih dalam tentang keunikan – keunikan budaya yang kita miliki.
Indonesia terkenal sebagai bangsa yang luhur. Memiliki keragaman budaya yang
tersebar di pelosok-pelosok nusantara. Dari kesenian, adat-istiadat hingga makanan
melekat mewarnai keragaman bangsa ini. Tidak heran jika begitu banyaknya budaya
yang kita miliki, justru membuat kita tidak mengetahui apa saja budaya yang ada
Indonesia. Bahkan kita sendiri pun sebagai generasi muda terkadang melupakan
budaya daerah kita. Sangat ironis rasanya, orang Indonesia tetapi tidak
mengenal ciri khas bangsanya sendiri. Ketertarikan budaya yang semakin meluntur
juga sangat nampak pada diri generasi muda saat ini.
Penyebab terjadinya klaim
1. Kesadaran
generasi muda yang kurang peduli terhadap budaya
2. Perpindahan
penduduk ke Negara lain yang menyebabkan peniruan dari Negara yang ditinggali
3. Kurang cepatnya
pemerintah dalam menghakpaten kan segala macam kebudayaan indonesia dan hasil kerja anak bangsa.
Sehingga kita selalu keduluan
4. Penyebab lainnya
adalah pemerintah kurang meperhatikan kebudayaan nasional.
5. kurangnya sarana
untuk menampilkan budaya asli Indonesia kepada masyarakat luas merupakan
masalah yang menyangkut ciri khas bangsa kita.
Kesimpulan
Jadi Kesimpulan adalah
pemerintahan Indonesia yang kurang tegas dalam menangani kasus ini sehingga
secara tidak langsung sudah menjatuhkan nama baik seta harkat martabat bangsa
Indonesia di mata dunia internasional. Bangsa Indonesia memerlukan pemerintah
yang tegas serta berwibawa dalam menangani serta kasus seperti kasus
pengklaiman seperti di lakukan oleh malaisia karena budaya indonesia merupakan
bagian dari identitas serta jatidiri bangsa. Jangan sampai identitas bangsa
diinjak-injakan oleh bangsa lain.